Revolusi Mikro Sebagai Basis Peradaban Indonesia Emas
Imam Mufakkir*
Pemerintah mencanangkan Peradaban Indonesia Emas akan dicapai pada tahun 2045, tentu banyak pihak yang bertanya, apa langkah konkret pemerintah dalam mencapainya. Namun begitu, penulis juga ingin mempertanyakan seberapa besar keinginan individu warga Indonesia untuk menggapai perabadan emas itu.
Cara mudah untuk mengukurnya adalah dengan melihat ketaatan calon pemimpin dan rakyatnya terhadap hukum. Ada salah satu contoh sederhana kasus pelanggaran hukum yang melibatkan calon pemimpin dan rakyatnya sekaligus, pelanggaran hukum itu adalah politik uang.
Dalam Undang-Undang Pemilu, setiap orang khususnya peserta Pemilu atau tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi keputusan rakyat dalam bilik suara. Jika terbukti melakukannya, maka akan dikenakan sanksi berupa pidana penjara dan denda hingga sanksi administratif berupa pembatalan pencalonan.
Substansi aturannya jelas dan resikonya juga serius. Namun, apakah struktur dan budaya hukum memiliki kesadaran untuk menegakkan dan mentaati aturan tersebut? Pertanyaan ini tidak hanya ditujukan pada penerapan aturan sebagaimana contoh di atas, namun juga diarahkan pada setiap tata kelola kita dalam berbangsa dan bernegara, mari kita bedah.
Mental Pragmatis-Individualisme vs Kebersamaan
Terdapat dua kutub kesadaran atau mental masyarakat dan pemimpin kita, yaitu kesadaran Pragmatis-Individualisme dan kesadaran Kebersamaan. Kesadaran Pragmatis-Individualisme berfokus pada pertanyaan apakah ada keuntungan atau dampak yang langsung saya peroleh dari tindakan yang akan dilakukan? jika tidak, maka saya tidak akan melakukannya.
Kesadaran ini memiliki kabut yang akan menghalangi pandangan terhadap pentingnya proses menanam agar dapat memanen di kemudian hari. Pragmatis-Individualisme berkonsekuensi pada kebutuhan yang simetris yaitu persyaratan adanya keuntungan timbal-balik, jika saya “kasih” maka harus ada yang saya “terima” secara kontan di depan mata.
Konsekuensi mendasar dari perilaku ini, adalah lahirnya prinsip bahwa jika ingin situasinya lebih baik, maka orang lain yang harus berubah terlebih dahulu. Karena, yang terbangun dalam dirinya, apa untungnya jika saya yang memulai perubahan? Rakyat merasa pemerintahlah yang harus berbuat, sedangkan pemerintah merasa sudah berbuat, tapi terhalang oleh rakyat yang tidak mau mendukung kebijakan.
Rakyat menuding penegak hukum tidak serius untuk menumpas politik uang, sebaliknya penegak hukum juga menuding penumpasan politik uang tidak berjalan karena rakyat yang melihat pelanggaran tidak mau memberikan kesaksian. Terus seperti itu, sampai melahirkan “lingkaran setan” yang disebut dengan sikap saling menyalahkan.
Kesadaran yang kedua adalah kebersamaan, kesadaran ini memiliki pandangan bahwa penegakan dan ketaatan hukum harus dimulai dari dalam diri, sehingga tindakan yang diambil dalam menyikapi suatu persoalan adalah mengkoreksi dirinya sendiri, dengan mempertanyakan apakah ia sudah melakukan yang terbaik sesuai dengan peran dan kemampuannya.
Pertanyaan yang terus dibina dalam jiwanya adalah apa kontribusi yang bisa dilakukan sesuai dengan kapasitasnya saat ini untuk mencapai kebaikan bersama. Kesadaran ini akan menghindar dari angan-angan seperti “jika saya pejabat, maka persoalan ini akan selesai dengan mudah”, kesadaran ini akan benar-benar berfokus pada apa yang dapat dilakukan saat ini sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang ada di depan mata.
Revolusi Mikro
Guna menjawab persoalan sikap saling menyalahkan, ada konsep yang disebut sebagai Revolusi Mikro, yaitu gerakan yang menggugah kesadaran bahwa setiap manusia memiliki peran penting dalam pembangunan peradaban.
Ketika berpartisipasi pada Pemilu, berapa banyak pemilih yang memiliki kesadaran bahwa suaranya tidak bisa dirupiahkan? Ketika menghadapi banjir, berapa banyak pribadi yang memiliki kesadaran menanam pohon, mengelola sampah, dan berupaya memperbanyak serapan air di rumahnya? Ketika menghadapi anak yang malas beribadah, berapa banyak pribadi yang berupaya memberi teladan? Ketika menghadapi harga bawang yang tinggi, berapa banyak pribadi yang mengubah ban bekas menjadi wadah tanah untuk menanam bawang di halaman? Ketika kedatangan wisatawan luar negeri, berapa banyak tukang becak yang belajar bahasa asing untuk mendukung pertumbungan pariwisata? dan masih banyak contoh gerakan kecil lainnya yang sebenarnya sama sekali tidak bisa dianggap sepele dalam menggerakkan roda peradaban.
Kebanyakan dari Revolusi Mikro menghasilkan dampak yang tidak langsung, sehingga sering dianggap bergerak lamban dan membuat kebanyakan orang tidak tertarik menggunakan gerakan ini sebagai jalan pengabdiannya untuk bangsa dan negara.
Acapkali timbul pertanyaan dari individu yang ingin melakukan gerakan ini, apakah satu suara saya yang tidak bisa dibeli akan memberi pengaruh pada perbaikan demokrasi? Apakah satu pohon yang saya tanam akan berdampak pada pencegahan bencana? Apakah sikap ramah tamah saya terhadap wisatawan asing akan berdampak terhadap iklim pariwisata negara? Apakah satu benih bawang yang saya tanam akan mampu mengendalikan harga di pasar?
Padahal dalam sejarahnya, tidak ada perabadan emas yang tidak didukung oleh revolusi mikro, kesadaran kolektif untuk berlomba memberikan kontribusi sesuai peran dan kapasitasnya adalah pondasi utama perabadan emas.
Pertanyaan selanjutnya, apakah manusia di era industri ini memiliki modal untuk melakukan Revolusi Mikro? Dalam pandangan pemikir aliran pragmatisme, hal ini mustahil dilakukan oleh manusia. Namun terdapat satu kisah yang menggambarkan naluri kemurnian hati manusia.
Ada seorang pengembara yang melewati suatu desa yang terletak di pegunungan, saat berjalan, pengembara itu melihat ada anak kecil yang sedang bermain mengejar kupu-kupu, tanpa disadarinya, anak kecil itu berlari ke arah jurang, naluri kemurnian hati si pengembara menggerakan dirinya untuk berlari menyelematkan anak kecil tersebut agar tidak jatuh ke jurang.
Perbuatan tersebut tentu tanpa motif timbal-balik keuntungan, anak tersebut bukanlah siapa-siapa bagi dirinya, jika anak itu terbunuh pun, dirinya tidak perlu bersedih karena tidak memiliki hubungan emosional, namun yang terjadi justru sebaliknya.
Kisah ini menjadi bukti bahwa kemurnian hati manusia itu sebenarnya ada dan perlu dikembangkan pada banyak perbuatan lainnya. Ulasan ini bukan bermaksud untuk mendiskreditkan mental pragmatisme dan menganggap bahwa mental ini harus ditiadakan, hal tersebut tentunya adalah sikap yang naif.
Mental pragmatisme terkadang diperlukan, namun harus ditempatkan pada posisi dan dosis yang tepat, misalnya sebagai motivasi awal untuk membentuk harapan yang bersifat individualis sehingga tumbuh semangat untuk bergerak yang akhirnya diarahkan kepada kesadaran kolektif.
Secercah Harapan
Kembali pada upaya mentaati larangan politik uang, apakah masyarakat mau memilih tanpa uang? Ada cerita hebat pada sosok anak muda yang bernama Sabiq Muhammad, Warga Desa Prawatan, Kabupaten Klaten. Setelah menamatkan kuliahnya, ia bergerak mendampingi petani di desanya agar mampu meningkatkan hasil produksi.
Sabiq dengan sabar memberikan pemahaman kepada petani agar mau mengubah beberapa metode bercocok tanam sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 2023, Pemuda berusia 25 tahun itu rencananya akan menempuh magister di bidang pertanian karena berhasil mendapatkan beasiswa pascasarjana di China Agrikultural University, namun rencana itu batal karena Sabiq terpilih sebagai kepala desa prawatan, yang dilantik tanggal 27 September 2023 lalu.
Sabiq didesak oleh masyarakat yang merasakan dampak dari kehadirannya untuk mendaftar sebagai calon Kades, Sabiq pun akhirnya menuruti kemauan masyarakat dengan menyerahkan berkas persyaratan 30 menit sebelum pendaftaran ditutup.
Berhasil masuk Pilkades putaran ketiga dengan menyisakan 3 calon setelah bertarung dengan 14 kades lainnya. Pada putaran ketiga tersebut Sabiq memperoleh 1565 suara dari warga desanya tanpa politik uang.
Bagi Sabiq, politik uang sangat tidak mendidik dan akan memupus harapan warganya dari kesejahteraan, ia pun berencana membenahi tali air untuk memastikan desanya tidak kekeringan saat kemarau dan tidak kebanjiran saat musim hujan.
Muhammad Sabiq yang mengawali perubahan tanpa pamrih melalui revolusi mikro, pada akhirnya mendorong hati masyarakat untuk memberikan kesempatan kepada Sabiq agar melakukan perubahan secara makro melalui pemerintahan desa.
Tentu ini menjadi contoh yang baik bagi pioneer perubahan. Mari kita fokus memaksimalkan peran dan kapasitas yang ada dalam diri kita untuk kemajuan bangsa dan negara, jika ini dilakukan oleh mayoritas masyarakat, maka tentu akan mempercepat takdir Perabadan Indonesia Emas.
* Pemerhati Demokrasi. Email: imam.mufakkir12@gmail.com