Kepribadian Sebagai Kompetensi Utama
Oleh: Ami Okta Yusva*
Guru memiliki tanggung jawab yang besar dalam proses mendidik dan membina siswa, sehingga guru pun menjadi komponen paling utama dalam pendidikan. Berdasarkan undang-undang, pendidik atau dosen harus memiliki 4 kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
Dasar dan tujuan pendidikan adalah untuk menanamkan serta menumbuhkan jiwa sesuai dengan pancasila, sehingga setiap peserta didik, dibina dan dilatih untuk mempunyai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang realisasinya hanya mungkin dalam agama.
Dalam bukunya “Kepribadian Guru”, Zakiah Daradjat melihat bahwa dari keempat kompetensi guru di atas, kompetensi kepribadian gurulah yang menjadi landasan utama untuk dapat menjalankan kompetensi lainnya.
Mengapa kompetensi kepribadian? karena menurut Zakiah Daradjat kepribadian yang baik akan menjadikannya sebagai seorang model atau panutan bagi kehidupan peserta didik bahkan masyarakat sekitar. Sehingga hal ini dapat membantu guru untuk melahirkan generasi baru dengan jiwa yang tenang dan moral yang sesuai agama.
Begitupun menurut penulis, kompetensi kepribadian yang menjadi landasan dari seluruh kompetensi lainnya sangat memberi pengaruh. Hal tersebut dapat dilihat dari sebanyak apa pun pengetahuan tidak akan mendatangkan manfaat, malahan akan menjadikan masalah dan memudharatkan orang lain jika tidak dibarengi dengan kepribadian yang baik.
Sama dengan pendapat Plato sebagaimana dikutip A. Setyo Wibowo dalam buku “Mendidik Pemimpin dan Negarawan”, menjelaskan bahwa pengetahuan yang hebat bisa berakibat buruk ditangan orang yang orientasinya jahat.
Selanjutnya, kompetensi profesionalitas, jika dilihat lebih teliti kompetensi tersebut lebih banyak berhubungan dengan kepribadian ketimbang pengetahuan. Seperti, misalnya, pemangku jabatan dan pengambil kebijakan di negara ini, kurang pengetahuan apa mereka, tapi pengetahuan itu seakan-akan lenyap ketika berhadapan dengan sogokan uang, sehingga muncullah tindakan kejahatan korupsi.
Kemudian kompetensi sosial merupakan kompetensi lanjutan dari ketiga kompetensi sebelumnya. Kompetensi sosial bisa ideal apabila kompetensi kepribadian terpenuhi. Kompetensi kepribadian yang dibangun tanpa dilandasi oleh kompetensi kepribadian yang mumpuni, tak jarang, hanya berujung pada pemuasan pribadi, alih-alih memberi manfaat namun berakhir dengan memanfaatkan orang lain utuk keuntungan sendiri.
Zakiah Daradjat yang merupakan pakar ilmu psikologi di Indonesia, sangat memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pada peserta didik, yang menjadi generasi penerus bangsa. Maka kepribadian gurulah yang menjadi sorotan utamanya dalam melakukan perubahan di dunia pendidikan maupun dalam memajukan negara.
Guru dengan kepribadian yang tidak baik, akan menjadi perusak dan penghancur masa depan anak, bahkan cenderung menjadikan peserta didik sebagai penerus yang merusak digenerasi selanjutnya.
Meskipun kepribadian yang sesungguhnya abstrak (maknawi), sulit dimaknai secara spesifik, namun kepribadian itu sendiri dapat dilihat melalui penampilan, tindakan, sikap, ucapan, caranya bergaul dan bagaimana karakter seseoang dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat.
Jadi, kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru mengenai nilai-nilai luhur, sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari.
Kompetensi kepribadian guru yang mencakup sikap (attitude), nilai-nilai (value), kepribadian (personality), yang menjadi unsur perilaku dalam penampilan yang ideal terhadap bidang pekerjaannya yang dilandasi oleh latar pendidikan.
Kemudian kepribadian yang dimaksud oleh Zakiah Daradjat juga sejalan dengan kompetensi kepribadian yang ditetapkan dalam UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, di mana kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan sikap dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, stabil, berahklak mulia, serta dapat menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya.
Pada sekolah dasar, guru dengan kepribadian yang baik menjadi landasan utama dalam membantu pembentukan karakter peserta didik. sehingga pembinaan yang dilakukan sejak sekolah dasar dapat memudahkannya ketika memasuki masa remaja. Tidak hanya itu, bahkan pembinaan tersebut dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan belajar dengan hasil belajar yang maksimal.
Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik juga menjadi cerminan dari kepribadian guru tersebut, karena kepribadian guru sangat mempengaruhi proses belajar. Oleh karena itu, guru dengan kepribadian yang baik akan member pengaruh dalam proses belajar serta meningkatkan minat belajar, dan mampu menumbuh kembangkan bakat peserta didiknya.
Kemudian dalam bukunya, Zakiah Daradjat mengatakan bahwa kepribadian guru akan terlihat saat proses belajar, yaitu : 1) meningkatnya semangat dan kesedian peserta didi untuk belajar, 2) membangkitkan minat belajar, 3) menumbuhkan sikap dan bakat yang baik, 4) mengatur proses belajar mengajar dengan baik, 5) berpindahnya pengaruh belajar dalam pelaksaannya ke dalam kehidupan sehari-hari, 6) terciptanya hubungan yang manusiawi dalam proses belajar.
Dalam melakukan pembinaan terhadap peserta didik, seorang guru harus memiliki sikap kelapangan hati dalam menerima setiap tingkah laku peserta didiknya, secara latar belakang peserta didik juga berbeda-beda. Contoh kecilnya seperti, seorang anak yang tantrum akibat inginnya tidak terpenuhi, dan anak yang sulit memecahkan masalahnya sendiri, namun si guru hanya membuat mentalnya jatuh dengan kata-kata yang mengandung unsur menakut-nakuti. Pada kasus anak yang tantrum, guru harus mampu bersikap tenang sehingga mampu menenangkan si anak dan menghindari kata-kata yang menjatuhkan si anak. Begitu juga pada kasus si anak yang kesulitan menyelesaikan masalahnya,
Oleh karena itu, guru yang menjadi orang pertama setelah orang orang tua, haruslah menunjukkan tingkah laku atau ahklak yang baik, yang dapat ditiru oleh peserta didik. Maka dari itu, guru harus tenang secara emosional dan spiritual dalam menghadapi peserta didik serta persoalannya dengan sesama guru. Sehingga contoh tersebut mampu menolong peserta didik dalam memecahkan masalahnya sendiri.[]