Aturan Tidak Tertulis dalam Berkomunikasi
Oleh: Sarah Ulfah*
Terdapat satu aturan tidak tertulis yang kerap di lupakan oleh banyak orang dalam berkomunikasi. Yaitu aturan untuk tidak membicarakan hal-hal yang sensitif menurut si lawan bicara.
Sebagai makhluk sosial, manusia tentunya akan terus menerus menjalin relasi dengan manusia lainnya. Salah satu bentuk relasi tersebut adalah berkomunikasi.
Berkomunikasi adalah kebutuhan setiap individu, dengan demikian komunikasi tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia baik antar keluarga, teman bahkan masyarakat sekalipun.
Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap individu memiliki rasa ingin berbagi. Baik itu berbagi informasi, pengalaman, bahkan cerita pribadi, dan salah satu ruang untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan membangun komunikasi.
Jika ditinjau dari segi pola komunikasi maka komunikasi dapat digolongkan ke dalam dua jenis yaitu komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal.
Dalam konteks wacana ini, komunikasi vertikal dapat diartikan sebagai jalinan komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas seperti komunikasi yang terjalin antara individu dengan pemimpinnya atau individu dengan bawahannya.
Sedangkan komunikasi horizontal adalah komunikasi yang terjadi dengan orang yang memiliki kedudukan sejajar, seperti komunikasi yang terjalin antar teman.
Dalam hal menjalin komunikasi antar teman, biasanya keinginan berbagi lebih mengarah kepada berbagi pengalaman dan cerita pribadi yang sifatnya lebih santai dan tidak harus terstruktur.
Komunikasi antar teman sifatya adalah non-formal oleh karena itu baik atau tidaknya sebuah komunikasi tersebut tidak diikat oleh aturan atau prosedur tertentu dalam keberlangsungannya.
Namun, terdapat satu aturan tidak tertulis yang kerap sekali di lupakan oleh banyak orang selama menjalin komunikasi non formal ini. Yaitu aturan untuk tidak membicarakan hal-hal yang sensitif menurut si lawan bicara.
Tentunya sebelum kita ingin merealisasikan hak kita untuk di dengar, ada baiknya jika kita mempertimbangkan terlebih dahulu tentang hal yang ingin kita sampaikan. Apakah hal tersebut dianggap sensitif bagi lawan bicara.?
Nah, sejauh ini hal-hal yang sensitif tersebut adalah mungkin untuk diidentifikasikan dengan melihat kepada kondisi teman sebagai lawan bicara. Berbagai kondisi tersebut sangat senada dengan petuah Sang Mata Air Hikmah yaitu Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang mana beliau memperingatkan bahwa:
(1) Jangan membicarakan hartamu di depan orang yang tidak memiliki harta.
(2) Jangan membicarakan kesehatanmu di hadapan orang sakit.
(3) Jangan membicarakan kekuatanmu di hadapan orang lemah.
(4) Jangan membicarakan kebahagiaanmu di hadapan orang yang sedih.
(5) Jangan membicarakan kebebasanmu di hadapan orang yang terpenjara.
(6) Jangan membicarakan anakmu di hadapan orang yang tidak mempunyai anak.
(7) Jangan membicarakan orangtuamu di hadapan anak-anak yatim.
Dari nasehat beliau dapat kita simpulkan bahwa terdapat tujuh kondisi yang disebutkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan sifatnya adalah sensitif.
Dalam berkomunikasi setidaknya hal tersebut menjadi perhatian si pembicara dengan tidak terlalu mengedepankan sifat individualistik terlepas jika si pembicara punya niat baik dan positif yang ingin disampaikan untuk lawan bicara.
Walau demikian, cara pembicara menyampaikan hal tersebut juga perlu diperhatikan. Setidaknya dia mampu memahami psikologis lawan bicara dan menyampaikan niat baik tersebut tanpa menyinggung perasaannya.
Terlepas dari hal itu, terdapat fenomena buruk yang mengakar dalam relasi komunikasi saat ini yaitu si pembicara terlalu excited ingin di dengar dengan menyuguhkan semua informasi dan ceritanya tanpa memperhatikan kondisi dan psikologi lawan bicaranya. Terlebih apabila lawan bicara sedang berada dalam kondisi yang seperti disebutkan Sayyidina Ali di atas.
Ini adalah cerminan dari ketidakmampuan si pembicara untuk menumbuhkan rasa simpati dan empati terhadap lawan bicara. Padahal sikap simpati dan empati merupakan hal yang sangat penting untuk ditumbuhkan pada diri setiap orang dalam membangun komunikasi.
Karena bagaimanapun komunikasi adalah melibatkan dua orang yang berada dalam keadaan dan situasi yang berbeda. Sehingga, petuah Sayyidina Ali diatas adalah petuah yang tentunya sangat relevan jika diimplementasikan dalam proses keberlangsungan komunikasi.
*Alumnus Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh