Memahami Batas Antara Peduli Terhadap Orang Lain dengan Merawat Kesehatan Mental Sendiri
Oleh: Della Tri Novita*
Kata kesehatan mental mungkin sudah tak asing lagi bagi orang-orang di zaman sekarang ini. Apalagi topik kesehatan mental ini sering dibahas baik di dunia nyata maupun media sosial. Sedangkan kata people pleaser yang secara singkat dikenal memiliki arti “orang yang nggak enak-an” atau “orang yang lebih mentingin orang lain dari pada dirinya sendiri.” Kata ini sama saja artinya dengan terlalu peduli dengan orang lain.
Topik ini juga akhir-akhir ini sering sekali dibicarakan oleh banyak orang karena salah satu penyebab orang yang memiliki sifat people pleaser adalah banyaknya orang yang mulai tidak bisa mengontrol dirinya untuk terlalu peduli terhadap orang lain daripada dirinya sendiri.
Nah, di kesempatan kali ini penulis ingin mengajak para pembaca untuk sama-sama memahami batas antara peduli terhadap orang lain dengan tetap merawat kesehatan mental diri kita sendiri.
Sebenarnya apa sih kesehatan mental itu? Jadi, secara umum kesehatan mental mencakup kondisi psikis, emosi, dan sosial seseorang.
Kesehatan mental merupakan kondisi seseorang yang memiliki kesejahteraan yang tampak dari dirinya dan terus berkembang sesuai dengan keadaan normal dan keadaan orang lain.
Kesehatan mental ini harus dijaga dengan baik guna tetap berjalannya kegiatan hidup seseorang dengan baik, baik dalam hal berpikir, bertindak, mengambil keputusan, berinteraksi dengan orang lain, dan sebagainya.
Memiliki sifat people pleaser memang tidak sepenuhnya buruk dan ada sisi positifnya juga, tetapi sifat people pleaser ini lebih banyak memberikan dampak negatif bagi mental kita, seperti mampu melelahkan fisik dan mental, merasa tertekan, tidak bisa mengekspresikan diri, maupun memiliki gejala kecemasan karena takut orang tidak menyukai kita.
Menjadi people pleaser juga mampu membuat kita tidak memiliki pendirian dan tidak dapat menikmati hidup, yang bisa saja berdampak terhadap kesehatan mental.
Perlu diketahui bahwa people pleaser dengan membantu orang lain itu berbeda, jika membantu orang lain biasanya kita melakukannya dengan senang hati sesuai kemampuan kita baik dimintai tolong ataupun inisiatif diri kita sendiri.
Tetapi jika people pleaser ini, kita bertujuan untuk membuat orang lain senang hanya agar kita disukai atau karena takut salah.
Bahkan menjadi people pleaser dapat mengakibatkan seseorang kehilangan jati dirinya yang berujung merusak mentalnya.
Sampai kemungkinan orang yang memiliki sifat people pleaser ini nantinya akan dimanfaatkan orang lain untuk kepentingan pribadi orang tersebut.
Contoh kasus, misalnya di lingkungan kerja ada rekan kita yang memiliki pekerjaan menumpuk dan Ia meminta kita untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya, jika kita hanya peduli terhadap orang itu kita akan membantu pekerjaannya semampu kita tanpa meninggalkan pekerjaan kita sendiri yang juga belum selesai dan kita membantunya tanpa mengganggu jam istirahat yang kita punya.
Sedangkan jika kita memiliki sifat people pleaser, kita akan membantunya sampai pekerjaannya selesai, sekalipun pekerjaan dia sulit kita tetap bersikeras membantunya dan menekan diri sendiri untuk mampu menyelesaikannya padahal kita sendiri tahu bahwa kita sebenernya tidak mampu mengerjakan pekerjaan itu semua sampai menyita jam istirahat yang kita punya dan meninggalkan pekerjaan kita sendiri, hal ini Ia dilakukan hanya semata-mata agar kita disenangi orang lain dan ingin dianggap orang yang baik.
Hal seperti ini, pasti berdampak besar pada tubuh kita secara fisik yang akan lelah dan psikis yang mampu membuat kita stres.
Jadi, menurut penulis kita sebagai manusia harus bisa mengimbangi antara peduli terhadap orang lain dengan kesejahteraan mental yang kita punya.
Batasi diri kita jika ingin membantu orang lain harus sesuai potensi diri yang kita punya tanpa berlebihan dan tanpa mengganggu kondisi fisik dan psikis kita sendiri. Kita harus bisa tegas terhadap diri kita sendiri dan mampu mengatakan “tidak” kepada orang lain jika dirasa kita tidak mampu untuk membantu orang tersebut.
Contoh lain dalam kehidupan sehari-hari, misal si A sebenarnya tidak ingin mengikuti ajakan temannya untuk pergi ke coffeshop, karena dia mau menonton series favoritnya, tetapi karena merasa tidak enak untuk menolak ajakan temannya tersebut akhirnya dia mengiyakannya dan memilih untuk pergi bersama temannya dan menunda rencana yang sudah dia atur yaitu menonton series favoritnya.
Nah, dari contoh tersebut, bisa saja ada rasa amarah tetapi hanya bisa dipendam di dalam hati yang suatu ketika bisa meledak dan dapat memicu adanya penyakit tertentu.
Jadi, yuk sama-sama belajar menghilangkan sifat people pleaser yang ada jika kita menyayangi diri kita sendiri.
Kita tidak harus jadi orang yang disenangi orang lain jika hal tersebut mengorbankan ketenangan, kebahagiaan, dan kesejahteraan diri.”
Beberapa tindakan yang bisa kita ambil untuk berhenti menjadi people pleaser yaitu:
1. Mampu Membatasi Diri
Misal jika orang lain meminta tolong terlalu banyak, beritahu bahwa kamu tidak busa melakukannya diluar batas kemampuanmu.
2. Memulainya dari Hal Kecil
Kita tahu jika sulit untuk berubah secara mendadak, maka dari itu mulailah dari hal kecil misalnya berani mengatakan “tidak.”
3. Menentukan Prioritas
Mengutamakan diri sendiri dan menetapkan siapa saja orang yang bisa kamu bantu tanpa mengganggu jam istirahat yang kita punya.
4. Memberikan Hal yang Positif ke Diri Sendiri
Jika kita merasa lelah pada suatu waktu, maka lakukanlah tindakan kecil seperti mengatakan hal-hal positif ke diri sendiri.
Di era sekarang ini memang penting bagi kita untuk bertindak tegas terhadap orang lain dan mengutamakan diri sendiri agar kita tidak disepelekan dan ditindas oleh orang lain, terlebih di dunia pendidikan dan pekerjaan yang bukti kasusnya sudah banyak kita sama-sama temukan.
Jika kita sudah mampu untuk membatasi diri dari peduli yang berlebihan terhadap orang lain, maka bisa dikatakan itu adalah salah satu langkah kita untuk tetap menjaga kesejahteraan mental kita.
Sayangi diri dan mental yang kita punya dengan tidak menjadi people pleaser!
Apakah kalian sudah mampu untuk bertindak tegas terhadap diri sendiri dan mampu mengatakan “tidak” kepada orang lain yang meminta tolong secara berlebihan?
Jika sudah, maka Anda sudah termasuk orang yang menyayangi mental diri Anda sendiri, tetapi jika belum, yuk mulai sekarang sama-sama kita mulai dari hal kecil terlebih dahulu! []
• Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh