Membedah Tingginya Angka Perceraian di Aceh
Nama: Ade Sisi Adilla*
Aceh, provinsi yang terletak di ujung barat Indonesia, memiliki kekayaan budaya yang unik dan tradisi yang kuat. Namun, di balik keindahannya, Aceh juga dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yaitu tingginya angka perceraian.
Angka perceraian yang tinggi di Aceh mempertanyakan kestabilan dan keberlanjutan rumah tangga, serta menimbulkan pertanyaan tentang faktor-faktor penyebabnya.
Salah satu faktor yang berperan penting dalam tingginya angka perceraian di Aceh adalah perbedaan budaya dan pandangan masyarakat terhadap perkawinan.
Budaya konservatif yang masih kuat di Aceh menganggap pernikahan sebagai institusi yang tidak fleksibel dan sulit untuk dipertahankan.
Pandangan masyarakat yang masih terikat pada tradisi dan adat istiadat tertentu sering kali mempengaruhi stabilitas perkawinan.
Selain itu, adanya ketidaksinkronan antara nilai-nilai budaya tradisional dan perkembangan sosial yang lebih modern juga dapat menyebabkan ketegangan dalam hubungan suami istri.
Faktor ekonomi juga menjadi penyebab penting dalam tingginya angka perceraian di Aceh.
Ketidakstabilan ekonomi dapat menyebabkan tekanan finansial pada pasangan, yang pada gilirannya dapat menyebabkan konflik dan ketegangan dalam hubungan mereka.
Ketika pasangan menghadapi keterbatasan ekonomi yang signifikan, seperti pengangguran atau pendapatan yang rendah, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan keluarga.
Ketidakstabilan ekonomi juga dapat menghambat perkembangan karir dan menciptakan tekanan tambahan bagi pasangan yang berusaha mencapai kesejahteraan.
Kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang pentingnya komunikasi yang sehat dalam rumah tangga juga menjadi penyebab tingginya angka perceraian di Aceh.
Banyak pasangan di Aceh belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang keterampilan komunikasi yang efektif, penyelesaian konflik, dan membangun kepercayaan satu sama lain.
Kurangnya pemahaman ini dapat menyebabkan ketidakharmonisan dalam hubungan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perceraian.
Diperlukan upaya yang lebih besar untuk menyediakan program pendidikan perkawinan, konseling pra-nikah, dan sumber daya lainnya yang mendukung pasangan dalam membangun hubungan yang sehat dan berkelanjutan.
Selain itu, perubahan sosial dan pergeseran nilai-nilai juga berdampak pada tingginya angka perceraian di Aceh.
Perkembangan teknologi dan media sosial telah mengubah cara masyarakat berinteraksi dan membentuk hubungan.
Komunikasi yang lebih luas dan mudah melalui media sosial telah membuka peluang baru bagi perselingkuhan dan ketidaksetiaan dalam hubungan pernikahan.
Selain itu, perubahan pandangan masyarakat tentang pernikahan dan peran gender juga dapat mempengaruhi stabilitas perkawinan.
Peningkatan kesadaran akan kesetaraan gender dan pentingnya komitmen jangka panjang dalam perkawinan sangat penting untuk mengatasi tantangan ini.
Untuk mengatasi tingginya angka perceraian di Aceh, diperlukan upaya yang holistik dan berkelanjutan dari pemerintah, lembaga sosial, dan masyarakat secara keseluruhan.
Pemerintah daerah dapat mendukung dengan menyediakan program pendidikan perkawinan yang komprehensif, konseling pra-nikah, dan sumber daya lainnya yang mendukung pasangan dalam membangun hubungan yang sehat.
Peningkatan kesadaran akan pentingnya komunikasi yang efektif, penyelesaian konflik yang konstruktif, dan pembangunan kepercayaan di antara pasangan juga harus menjadi fokus utama.
Dalam hal ekonomi, pemerintah dan lembaga terkait perlu menyediakan pelatihan keterampilan dan peluang kerja yang lebih baik untuk meningkatkan stabilitas ekonomi pasangan.
Dukungan dan bantuan finansial juga bisa menjadi solusi untuk membantu pasangan muda dalam memulai kehidupan pernikahan mereka dan mengurangi tekanan finansial.
Secara keseluruhan, tingginya angka perceraian di Aceh menggambarkan tantangan yang kompleks.
Dengan upaya kolaboratif dan berkelanjutan dari semua pihak terkait, termasuk pemerintah, lembaga sosial, dan masyarakat, Aceh dapat membangun kesadaran yang lebih besar tentang pentingnya membangun hubungan perkawinan yang sehat, mengatasi tantangan budaya, ekonomi, dan pendidikan, dan mempromosikan keluarga yang kuat dan berkelanjutan di masa depan.
• Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh