Mengenal Dampak Agresivitas pada Anak yang Mengalami Broken Home: Memahami dan Mengatasi Tantangannya
Oleh: Cindy Aurani*
Dampak Agresivitas pada Anak yang Mengalami Broken Home
Kehidupan dalam keluarga adalah lingkungan paling penting bagi perkembangan anak sejak lahir sampai dewasa. Peran ayah dan ibu sangat mempengaruhi mental psikologis anak.
Namun, Ketika anak mengalami broken home, yaitu keadaan di mana di dalam keluarga tidak terdapat keharmonisan sehingga timbul situasi yang tidak kondusif dan tidak terdapat rasa nyaman. Seperti, orang tua anak mengalami pertengkaran, perceraian dan perpisahan.
Hal ini menyebabkan sering kali anak menjadi korban yang rentan mengalami dampak psikologis berat dikarenakan keluarganya mengalami broken home.
Salah satu dampaknya adalah meningkatnya tingkat perilaku agresivitas anak. Perilaku agresivitas anak adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak yang berupa tindakan atau kata-kata yang bersifat agresif, seperti menyerang, menghina, atau berperilaku kasar.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi dampak agresivitas pada anak yang mengalami broken home, serta cara membantu mereka mengatasi tantangan ini.
Anak-anak yang berasal dari broken home sering kali memunculkan sikap agresivitas. Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian para ahli. Anak yang mengalami korban broken home cenderung melakukan sikap ataupun perilaku agresivitas.
Seperti kecenderungan bersikap tidak disiplin dan melanggar peraturan sekolah serta berkelahi dengan teman-temannya. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Rasa Emosi yang Tertahan
Anak-anak yang menjadi korban perceraian kedua orang tuanya sering kali memiliki emosi atau rasa marah yang tertahan karena adanya perasaan kesedihan, kehilangan, kesepian, dan bingung akibat situasi perpisahan orang tua mereka.
Mereka tidak memiliki outlet yang sehat untuk mengekspresikan emosi mereka, rasa emosi mereka yang tertahan dan berkembang menjadi marah atau agresi.
2. Kurangnya Perhatian Keluarga dan Kurangnya Kasih Sayang dari Orang Tua
Dalam situasi broken home, keluarga ataupun orang tua mungkin sibuk dengan situasi baru mereka, yang bisa menyebabkan anak tidak merasa diperhatikan lagi dan merasa tidak mendapatkan kasih sayang lagi. Sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur dan tidak mempunyai minat untuk berprestasi.
3. Kurangnya Komunikasi Efektif Antara Orang Tua dan Anak
Kurangnya komunikasi efektif antara orang tua dan anak juga dapat menjadi faktor penyebab agresivitas anak yang mengalami broken home.
Ketika komunikasi terhambat, anak merasa dirinya tidak didengar, tidak dipahami, dan tidak dihargai, sehingga mereka dapat menjadi lebih agresif untuk mendapatkan perhatian.
Kurangnya komunikasi juga dapat menghambat anak untuk menyampaikan perasaan mereka dengan cara yang sehat dan konstruktif, sehingga mereka menggunakan agresi sebagai cara untuk mengekspresikan diri mereka.
4. Pengaruh Lingkungan Sosial yang Buruk
Lingkungan yang tidak stabil, misalnya di lingkungan sekolah atau lingkungan sekitar tempat tinggal, dapat menjadi sumber stress tambahan bagi anak-anak yang mengalami ketidakstabilan di rumah.
Faktor-faktor seperti tekanan dari teman sebaya, paparan pada perilaku agresif dari lingkungan sekitar, atau kurangnya dukungan sosial yang positif dapat meningkatkan risiko anak untuk mengekspresikan agresi.
5. Model Perilaku Orang Tua di Rumah
Anak-anak cenderung meniru perilaku yang mereka lihat di lingkungan mereka, terutama perilaku agresif orang tua saat bertengkar.
Jika mereka terpapar pada konflik dan agresi di rumah, mereka mungkin menginternalisasi dan mengekspresikannya sendiri di luar rumah seperti bertengkar kepada teman sebayanya.
Memahami sebab-sebab ini dapat membantu dalam mengatasi dan meredakan agresivitas pada anak-anak yang mengalami broken home.
Memahami dan Mengatasi Dampak Agresivitas pada Anak dari Keluarga Broken Home
Mengatasi tantangan agresivitas pada anak yang berasal dari keluarga broken home memerlukan beberapa strategi. Ada beberapa Strategi yang tepat untuk mengatasi agresivitas pada anak korban broken home, yaitu:
1. Orang Tua Harus Membuka Saluran Komunikasi Terbuka dengan Anak
Orang tua dapat membantu mereka dengan aman dan anak akan menemukan cara yang lebih sehat untuk mengeksperesikan emosi mereka. Beri kesempatan kepada anak untuk berbicara tentang perasaan mereka tanpa takut dihakimi dan diabaikan.
2. Orang Tua Harus Memberi Kasih Sayang dan Perhatian yang Dibutuhkan oleh Anak
Berikan anak perasaan dicintai dan dihargai dengan konsisten. Hal ini dapat menjadi dasar bagi perkembangan emosional mereka yang sehat.
3. Orang Tua Bisa Membina Kemampuan Anak dalam Penyelesaian Masalah yang Mereka Hadapi
Orang tua bisa mengajarkan anak cara mengatasi konflik dan menyelesaikan masalah secara konstruktif. Dengan membantu mereka mengembangkan keterampil ini, mereka bisa menghadapi masalah dengan cara yang lebih efektif.
4. Orang Tua Dapat Mengupayakan Lingkungan yang Positif
Orang tua dapat mengupayakan untuk menciptakan beberapa lingkungan yang aman, stabil, mendukung di rumah, di sekolah, ataupun di lingkungan sekitar mereka.
Hal ini dapat membantu mengurangi tingkat stress dan kecemasan anak, yang dapat mengurangi resiko peilaku agresif mereka.
Orang tua dapat melakukan hal ini, dengan memperkuat hubungan positif dengan teman sebaya, guru, dan anggota masyarakat yang lain.
5. Bantuan Ahli
Jika diperlukan, keluarga ataupun orang tua dapat membantu anak dengan mencari bantuan dari ahli atau profesional seperti psikolog ataupun konselor untuk mengatasi emosi yang tertahan atau masalah psikologis lainnya.
Penutup
Dengan mengatasi agresivitas pada anak melalui beberapa cara, orang tua dapat membantu anak mengatasi agresivitas mereka dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk berinteraksi secara positif dengan orang lain. []
* Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh