Seni Mencurigai Orang Lain: Belajar dari Nietzsche

Ilustrasi mencurigai orang lain
Source Bing Image Creator 

Oleh: Arizul Suwar

Bagaimana kita harus bersikap ketika bertemu dengan orang baru? Mengikuti intuisi Nietzsche, kita harus curiga terhadapnya. Mungkin jawaban ini terkesan aneh dan seakan menganggap bahwa orang lain berbahaya, sehingga harus dicurigai. Namun, jangan cepat-cepat menyimpulkan seperti itu. Pemikiran Nietzsche tidak bisa dipahami secara gampangan.

Kita harus curiga terhadap apa pun. Termasuk orang lain. Apalagi orang yang baru dikenal. Apa sih yang dimaksud curiga di sini? Mungkin itulah pertanyaan paling mendasar yang harus diajukan.

Bagi Nietzsche, curiga adalah mengambil jarak. Mengambil jarak bukan berarti ketika berhadapan dengan seseorang kita harus duduk atau berdiri berjauhan sampai sepuluh meter, sama sekali bukan itu maksudnya.

Mengambil jarak yang dimaksud bukan pada tataran fisik melainkan pada tataran mental (kesadaran). Mengambil jarak di sini ialah, kita tidak boleh cepat-cepat berkesimpulan bahwa orang lain tersebut adalah teman, maupun musuh.

Ketika berjumpa seseorang, lalu dia berbicara menggunakan kata-kata yang sopan, lemah lembut, atau bahkan memuji kita. Hati-hati, tetaplah curiga! Peringatan dari Nietzsche. Jangan cepat-cepat berkesimpulan bahwa dia adalah teman.

Demikian juga, ketika bertemu dengan seseorang yang terkesan cuek, hanya berbicara ketika ditanya, atau bahkan lebih jauh; bicaranya menggunakan kata-kata yang kurang sopan. Hati-hati, tetaplah curiga! Peringatan dari Nietzsche. Jangan cepat-cepat menyimpulkan bahwa dia adalah musuh.

Mengapa kita harus curiga terhadap orang lain? Nietzsche sadar betul bahwa setiap orang, pertama-tama tidak hadir sebagai dirinya sendiri. Mereka bertopeng.

Topeng selalu menyembunyikan wajah asli. Sebab itu, sikap yang bijak untuk diambil ialah tidak cepat-cepat menyimpulkan bahwa topeng adalah wajah asli.

Bisa saja orang bicara lemah lembut sesuai norma-norma kesopanan, memuji-muji, bahkan janji-janji manis, merupakan topeng untuk menyembunyikan wajah buas pemangsanya, yang kapan saja bisa menerkam kita ketika lengah.

Tak menutup kemungkinan juga, orang yang berbicara blak-blakan itu merupakan topeng untuk menyembunyikan wajah aslinya yang sedang ingin mengulik kualitas karakter lawan bicara. Dalam kasus lain misalnya seperti pemilik perusahaan yang menyamar menjadi pelayan untuk melihat kualitas kepribadian karyawan-karyawannya.

Kasus-kasus seperti di atas sangatlah mungkin, sehingga itulah jawaban mengapa kita harus selalu curiga.

Bagaimana menumbuhkan kesadaran untuk curiga? Pertama-tama bagi Nietzsche, kenyataan adalah kaotis. Campur aduk tak menentu. Ilustrasi sederhananya begini; laut, jika dilihat dari kejauhan terkesan indah. Dengan ombak dan riak, laut mewartakan dirinya kepada manusia sebagai keindahan.

Tapi, bagaimana dengan kedalamannya? Beragam ikan pemangsa, bahkan monster, pusaran air yang dapat menyerap apa pun, bukankah itu menyeramkan? Atau bagaimana jika kita berada di tengah laut? Ke mana mata memandang, tak terlihat tempat singgah apalagi lokasi berteduh.

Laut menampilkan keindahan. Tapi jangan lupa, di balik keindahan itu ada keseraman yang mematikan. Inilah ilustrasi ketika Nietzsche menjelaskan bahwa kenyataan adalah kaotis, campur aduk tak menentu.

Apa pun yang terjadi dalam hidup adalah kenyataan. Termasuk interaksi dengan orang lain. Atas dasar kesadaran bahwa kenyataan ini kaotis, maka orang lain pun juga kaotis. Tak ada yang bisa dinobatkan sebagai baik tanpa cela, atau tercela tanpa secuilpun kebaikan.

Setiap kenyataan selalu bertopeng. Opera Bian Lian merupakan pertunjukan opera yang sangat bagus untuk dijadikan sebagai representasi pernyataan ini.

Bian Lian, yang berarti "perubahan wajah" dalam bahasa Tionghoa, adalah sebuah seni pertunjukan yang berasal dari Opera Sichuan, salah satu bentuk opera Tiongkok yang paling terkenal.

Seni ini melibatkan para pemain yang mengganti topeng mereka dengan sangat cepat dan penuh misteri, hampir tidak terlihat oleh penonton.

Teknik yang digunakan melibatkan penggunaan topeng berwarna-warni yang mewakili berbagai karakter dan emosi.

Para pemain opera Bian Lian memakai kostum tradisional dan menyembunyikan banyak topeng di wajah mereka, yang bisa diganti dalam sekejap dengan gerakan kepala, kipas, ataupun tangan.

Topeng, bisa berubah kapan saja. Kita, harus terus waspada, hati-hati, curiga! Demikianlah Nietzsche berkata. []

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan