Meminimalisir Bullying dengan Empati dan Kasih Sayang
Source: Bing Image Creator |
Oleh: Nauratul Islami
Pendahuluan
Dewasa ini bullying menjadi kosakata yang sering disuguhkan di dunia nyata maupun dunia maya. Hal ini disebabkan oleh perilaku yang kurang bagus dan tidak adanya peran nyata dan kepedulian yang penuh dari berbagai pihak terhadap kasus bullying ini.Hal ini seharusnya tidak diperbolehkan diabaikan begitu saja, karena memberi dampak yang begitu besar. Bagi pelaku maupun korban bullying sendiri.
Penelitian-penelitian mutakhir mengungkapkan, persentase kasus bullying tersebut terus merangkak naik dari tahun ke tahun.
Perilaku bullying ini menjadi hal yang perlu diperhatikan kembali karena dengan adanya perhatian khusus kepada kasus perundungan ini maka akan terciptanya kehidupan yang rukun dan damai.
Dalam tulisan ini, penulis hendak mengajuk dua usaha yang mungkin dilakukan untuk meminimalisir perilaku bullying. Berikut penjelasannya:
Hal yang paling disayangkan adalah ketika perundungan ini juga terjadi di dalam ruang lingkup pendidikan. Tentunya ini menjadi masalah penting yang harus segera diselesaikan.
Terdapat dua macam faktor yang mempengaruhi kondisi bullying ini, yaitu faktor eksternal yang meliputi ruang lingkup sekolah, teman, media sosial, dan juga tontonan. Kemudian, faktor internal yang mencakup personality (kepribadian masing-masing), trauma, dan keluarga.
Perundungan dalam bentuk apa pun merupakan masalah serius yang harus diatasi, dan memiliki resiko yang sangat besar baik bagi pelaku maupun korban.
Pola asuh yang toleran ataupun otoriter, serta pemahaman orang tua tentang bullying, berperan penting dalam membentuk kepribadian anak. Tak jarang pola asuh tertentu akan menjadi potensi sebab bagi anak untuk melakukan bullying.
Lingkungan sosial yang menjadi tempat hidup si anak, juga memiliki dampak besar bagi karakter. Jika anak sering melihat dan menemukan orang-orang yang mempertontonkan kehebatan melalui kekuasaan dan kekuatan fisik, maka si anak akan beranggapan bahwa dengan cara seperti itulah dia akan mendapatkan kebanggaan.
Dengan demikian, si anak akan menjadi agresif untuk membully korban dengan tanpa rasa bersalah. Jika praktik negatif seperti itu tidak memiliki konsekuensi serius dari pihak berwenang, alih-alih meminimalisir terjadinya bullying malahan akan semakin menyuburkan tindakan yang memiliki daya rusak luar biasa itu.
Tidak sedikit orang tua yang berpandangan bahwa bullying hanya akan terjadi pada anak pada jenjang menengah pertama dan menengah atas. Padahal tanpa disadari, faktanya kasus bullying ini juga terjadi pada anak sejak retang usia 3-12 tahun. Namun hal ini kurang mendapatkan perhatian karena hanya dianggap sebagai hal yang wajar, dan juga sekadar bercanda.
Salah satu hal yang sangat disayangkan adalah korban bullying ini akan menjadi pelaku bullying di kemudian hari. Perilaku bullying ini sudah diakui sebagai pemicu dan masalah kesehatan bagi anak yang harus mendapatkan perhatian maksimal dari orang tua.
Di antara banyak hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dan juga guru yang menggantikan peran orang tua sebagai pendidik di sekolah adalah menanamkan rasa kepedulian (empati) dan kasih sayang kepada sesama.
Orang yang minim empati hanya akan memikirkan dirinya sendiri dan tidak akan memperdulikan orang lain.
Dalam konteks perundungan, empati bisa menjadi kunci dalam mengatasi perundungan. Orang yang memiliki empati cenderung lebih memahami dampak negatif dari tindakan mereka terhadap orang lain.
Mereka dapat merasakan dan memahami kesulitan yang dialami oleh orang yang menjadi korban perundungan, sehingga lebih cenderung untuk tidak melakukan atau mendukung perundungan.
Sebaliknya, kurangnya empati dapat memperburuk situasi perundungan karena orang yang tidak memiliki empati mungkin tidak menyadari atau peduli dengan dampak buruk yang ditimbulkan oleh perilaku mereka terhadap orang lain.
Jadi, penting untuk mengembangkan empati dalam diri kita sendiri dan mendorongnya dalam komunitas kita sebagai cara untuk melawan perundungan dan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan peduli terhadap perasaan setiap individu.
Ketika sikap empati sudah ditanamkan ke dalam setiap individu, maka dalam interaksi sosial tersebut akan menimbulkan sikap bersahabat, saling menghormati, dan menciptakan kenyaman dan kerukunan.
Pun demikian, ketika empati tersebut sudah ada maka mereka akan memiliki kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain. Ketika individu memahami dampak negatif dari perundungan dan merasakan bagaimana hal itu bisa melukai orang lain, mereka cenderung lebih berhati-hati dalam tindakan mereka terhadap orang lain.
Sikap empati terhadap sesama ini akan menciptakan rasa kasih sayang. Di mana menyayangi satu sama lain merupakan salah satu perilaku yang dianjurkan oleh Rasulullah saw.
Sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di mana orang yang beriman dalam hal mencintai, mengasihi dan menyayangi sesama diibaratkan bagai satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya sakit maka seluruh tubuhnya akan sakit.
Islam sendiri mengajarkan untuk saling menghormati dan menjalin kasih sayang. Salah satu tanda kesempurnaan iman bagi seorang muslim sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Nabi yang lainya adalah tidak akan sempurna iman seseorang hingga ia sanggup mencintai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri.
Sikap empati dan rasa kasih sayang ini muncul dari dalam diri manusia dan bersumber dari hati. Sedangkan hati itu sendiri memiliki potensi naik turun. Sehingga sikap dan rasa tersebut harus dilatih dan perlu diasah agar hati menjadi lembut. Dengan demikian, perlu perawatan rutin dan berkesinambungan untuk menjaga kualitas kasih sayang dan juga sikap peduli tersebut.
Dengan menanamkan dan juga memberikan pemahaman tentang empati (sikap kepedulian) dan juga rasa kasih sayang pada setiap anak, diharapkan anak tersebut akan menjadi individual yang memliki kepribadian dengan rasa peduli tinggi terhadap sesama.
Sehingga ketika ia mempunyai rasa empati ia akan bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Pun demikian dengan rasa kasih sayang tersebut, akan terjalin hubungan yang baik dengan sesama. Maka dengan demikian bullying (perundungan) tersebut dapat diminimalisir.
Semoga kita juga bisa menjaga diri sendiri untuk tidak melakukan tindakan bullying dalam bentuk apa pun, baik fisik maupun verbal. Dan juga menjaga ketikan-ketikan kita di media sosial agar tidak ada yang tersakiti dengan perkataan ataupun perbuatan kita.[]
* Penulis merupakan Dosen di Universitas Islam Al-Aziziyah Indonesia (UNISAI)
1. Kerjasama Orang Tua, Guru dan Masyarakat
Saat ini kasus perundungan tidak hanya ada di dunia nyata, tapi dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi yang sungguh canggih ini, maka perundungan tersebut juga bisa dilakukan di dunia maya melalui media sosial.Hal yang paling disayangkan adalah ketika perundungan ini juga terjadi di dalam ruang lingkup pendidikan. Tentunya ini menjadi masalah penting yang harus segera diselesaikan.
Terdapat dua macam faktor yang mempengaruhi kondisi bullying ini, yaitu faktor eksternal yang meliputi ruang lingkup sekolah, teman, media sosial, dan juga tontonan. Kemudian, faktor internal yang mencakup personality (kepribadian masing-masing), trauma, dan keluarga.
Perundungan dalam bentuk apa pun merupakan masalah serius yang harus diatasi, dan memiliki resiko yang sangat besar baik bagi pelaku maupun korban.
Pola asuh yang toleran ataupun otoriter, serta pemahaman orang tua tentang bullying, berperan penting dalam membentuk kepribadian anak. Tak jarang pola asuh tertentu akan menjadi potensi sebab bagi anak untuk melakukan bullying.
Lingkungan sosial yang menjadi tempat hidup si anak, juga memiliki dampak besar bagi karakter. Jika anak sering melihat dan menemukan orang-orang yang mempertontonkan kehebatan melalui kekuasaan dan kekuatan fisik, maka si anak akan beranggapan bahwa dengan cara seperti itulah dia akan mendapatkan kebanggaan.
Dengan demikian, si anak akan menjadi agresif untuk membully korban dengan tanpa rasa bersalah. Jika praktik negatif seperti itu tidak memiliki konsekuensi serius dari pihak berwenang, alih-alih meminimalisir terjadinya bullying malahan akan semakin menyuburkan tindakan yang memiliki daya rusak luar biasa itu.
Tidak sedikit orang tua yang berpandangan bahwa bullying hanya akan terjadi pada anak pada jenjang menengah pertama dan menengah atas. Padahal tanpa disadari, faktanya kasus bullying ini juga terjadi pada anak sejak retang usia 3-12 tahun. Namun hal ini kurang mendapatkan perhatian karena hanya dianggap sebagai hal yang wajar, dan juga sekadar bercanda.
Salah satu hal yang sangat disayangkan adalah korban bullying ini akan menjadi pelaku bullying di kemudian hari. Perilaku bullying ini sudah diakui sebagai pemicu dan masalah kesehatan bagi anak yang harus mendapatkan perhatian maksimal dari orang tua.
Di antara banyak hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dan juga guru yang menggantikan peran orang tua sebagai pendidik di sekolah adalah menanamkan rasa kepedulian (empati) dan kasih sayang kepada sesama.
2. Empati dan Kasih Sayang
Empati berasal dari kata emphateia yang berarti ikut merasakan. Empati ini merupakan ikhtiar untuk mengendalikan diri agar dapat memahami apa yang dirasakan oleh sesama.Orang yang minim empati hanya akan memikirkan dirinya sendiri dan tidak akan memperdulikan orang lain.
Dalam konteks perundungan, empati bisa menjadi kunci dalam mengatasi perundungan. Orang yang memiliki empati cenderung lebih memahami dampak negatif dari tindakan mereka terhadap orang lain.
Mereka dapat merasakan dan memahami kesulitan yang dialami oleh orang yang menjadi korban perundungan, sehingga lebih cenderung untuk tidak melakukan atau mendukung perundungan.
Sebaliknya, kurangnya empati dapat memperburuk situasi perundungan karena orang yang tidak memiliki empati mungkin tidak menyadari atau peduli dengan dampak buruk yang ditimbulkan oleh perilaku mereka terhadap orang lain.
Jadi, penting untuk mengembangkan empati dalam diri kita sendiri dan mendorongnya dalam komunitas kita sebagai cara untuk melawan perundungan dan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan peduli terhadap perasaan setiap individu.
Ketika sikap empati sudah ditanamkan ke dalam setiap individu, maka dalam interaksi sosial tersebut akan menimbulkan sikap bersahabat, saling menghormati, dan menciptakan kenyaman dan kerukunan.
Pun demikian, ketika empati tersebut sudah ada maka mereka akan memiliki kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain. Ketika individu memahami dampak negatif dari perundungan dan merasakan bagaimana hal itu bisa melukai orang lain, mereka cenderung lebih berhati-hati dalam tindakan mereka terhadap orang lain.
Sikap empati terhadap sesama ini akan menciptakan rasa kasih sayang. Di mana menyayangi satu sama lain merupakan salah satu perilaku yang dianjurkan oleh Rasulullah saw.
Sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di mana orang yang beriman dalam hal mencintai, mengasihi dan menyayangi sesama diibaratkan bagai satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya sakit maka seluruh tubuhnya akan sakit.
Islam sendiri mengajarkan untuk saling menghormati dan menjalin kasih sayang. Salah satu tanda kesempurnaan iman bagi seorang muslim sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Nabi yang lainya adalah tidak akan sempurna iman seseorang hingga ia sanggup mencintai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri.
Sikap empati dan rasa kasih sayang ini muncul dari dalam diri manusia dan bersumber dari hati. Sedangkan hati itu sendiri memiliki potensi naik turun. Sehingga sikap dan rasa tersebut harus dilatih dan perlu diasah agar hati menjadi lembut. Dengan demikian, perlu perawatan rutin dan berkesinambungan untuk menjaga kualitas kasih sayang dan juga sikap peduli tersebut.
Penutup
Empati dan kasih sayang juga bisa menjadi landasan utama moral dan agama. Di mana dari kedua hal tersebut akan membentuk perilaku seseorang, dan membangun fondasi hubungan yang sehat baik dalam keluarga, pertemanan, dan masyarakat.Dengan menanamkan dan juga memberikan pemahaman tentang empati (sikap kepedulian) dan juga rasa kasih sayang pada setiap anak, diharapkan anak tersebut akan menjadi individual yang memliki kepribadian dengan rasa peduli tinggi terhadap sesama.
Sehingga ketika ia mempunyai rasa empati ia akan bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Pun demikian dengan rasa kasih sayang tersebut, akan terjalin hubungan yang baik dengan sesama. Maka dengan demikian bullying (perundungan) tersebut dapat diminimalisir.
Semoga kita juga bisa menjaga diri sendiri untuk tidak melakukan tindakan bullying dalam bentuk apa pun, baik fisik maupun verbal. Dan juga menjaga ketikan-ketikan kita di media sosial agar tidak ada yang tersakiti dengan perkataan ataupun perbuatan kita.[]
* Penulis merupakan Dosen di Universitas Islam Al-Aziziyah Indonesia (UNISAI)