Upacara Bendera: Antara Penanaman Nilai dengan Rutinitas Tanpa Makna

Ilustrasi Upacara Bendera (Source Bing Image Creator)

Oleh: Arizul Suwar

Upacara bendera yang dilakukan setiap pagi hari senin di sekolah-sekolah di Indonesia, merupakan suatu rutinitas wajib yang terus dilaksanakan sampai saat ini. 

Menurut Permendikbud nomor 22 tahun 2018 tentang Pedoman Upacara Bendera di Sekolah, menjelaskan bahwa upacara bendera merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang mencakup nilai-nilai penanaman disiplin, kerja sama, rasa percaya diri dan tanggung jawab. 

Upacara bendera dianggap dapat mendorong lahirnya kesadaran dan sikap nasionalisme, serta kedisiplinan di kalangan siswa. dengan adanya upacara bendera diharapkan dapat membentuk nilai-nilai nasionalisme pada siswa yang meliputi rasa cinta tanah air, menghargai jasa pahlawan, mencerminkan ketertiban dan sikap disiplin, saling menghormati dan menghargai, serta menumbuhkan sikap kompak dan kerja sama.

Kegiatan upacara ini dilakukan di setiap jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga SMA, dengan runutan acara yang sama. 

Upacara dimulai dengan mengatur barisan, penghormatan kepada pemimpin upacara, laporan upacara, pengibaran bendera, mengheningkan cipta, pembacaan Pancasila, Pembukaan UUD 1945, sampai dengan pembacaan doa. 

Tujuan utama dari kegiatan ini semua ialah membentuk karakter dan memperkuat nilai-nilai kebangsaan di kalangan siswa. 

Indra Parimarma menyebutkan ada empat manfaat upacara bendera bagi siswa yaitu: meningkatkan kekompakan, menumbuhkan nasionalisme, menumbuhkan jiwa kepemimpinan, dan melatih kedisiplinan.

Meskipun tujuan serta manfaat dari pelaksanaan upacara bendera tersebut mulia dan utama, namun banyak fakta menunjukkan bahwa implementasi upacara sering kali jauh dari ideal. 

Dari sudut pandang siswa, kita menemukan bahwa mereka sering kali terpaksa (dipaksa) berdiri dalam waktu lama di lapangan, seringnya di bawah terik matahari, menyebabkan ketidaknyamanan fisik dan kelelahan yang mengganggu konsentrasi mereka. 

Hal ini berpotensi besar akan menurunkan konsentrasi dan memengaruhi pemahaman siswa terhadap pesan-pesan (amanat) yang disampaikan selama upacara. 

Dalam situasi semacam ini, tujuan ideal adanya upacara sulit tercapai karena siswa lebih fokus pada kondisi fisik mereka daripada nilai-nilai yang ingin ditanamkan. Dalam penyampaian amanat misalnya, pesan-pesan yang seharusnya menggugah semangat dan menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan itu malah menjadi ceramah rutin yang tidak diharapkan siswa, di karenakan mereka tidak dapat berkonsentrasi.

Sebagian siswa beranggapan bahwa upacara hanyalah sebatas rutinitas tanpa makna. Ini menjadi pemicu timbulnya kebosanan pada siswa. 

Ketika siswa bosan, maka perhatiannya akan teralihkan pada hal lain, seperti lebih memilih untuk berbicara atau bercanda dengan teman-teman di sampingnya. 

Keberadaan guru pengawas juga tidak banyak membantu. Seperti siswa, guru pengawas nampaknya juga merasa bosan. Mereka juga ikut berbincang dengan sesama mereka.

Kegiatan yang monoton tentu membosankan, apalagi dalam konteks upacara, sering kali pesan-pesan yang disampaikan dalam amanat terlalu panjang, bertele-tele, bahkan mengulang-ulang hal yang sama setiap seninnya. Hal ini akhirnya menjadi kontraproduktif dengan tujuan upacara itu sendiri. 

Alih-alih menanamkan nilai-nilai positif, kegiatan ini justru dapat memicu ketidakpedulian atau bahkan antipati siswa terhadap nilai-nilai tersebut.

Indah Purnama Sari dalam opininya menyebutkan bahwa pasca pandemi Covid-19 telah menurunkan kualitas penyelenggaraan upacara bendera di sekolah. Hal itu disebabkan semasa Covid-19 siswa tidak melaksanakan upacara selama berbulan-bulan, yang akhirnya berdampak pada kurangnya pemahaman dan wawasan siswa mengenai pelaksanaan upacara bendera. 

Jika terus berlanjut, jelas Indah, tidak akan mengejutkan jika siswa akan menganggap remeh penyelenggaraan upacara bendera.

Opini Indah menyasar pentingnya kegiatan upacara bendera yang menurutnya mampu menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 22 tahun 2018. 

Sayangnya, apa yang disampaikan indah hanya berkutat soal formalisme dan teknis pelaksanaan. Dia tidak mempertanyakan secara kritis apakah benar kegiatan upacara bendera yang selama ini dilaksanakan itu telah berhasil menanamkan nilai-nilai sebagaimana yang dicita-citakan? 

Selanjutnya, dari data-data yang penulis temukan di lapangan, persoalan kualitas upacara bendera tidak memiliki perbedaan signifikan sebelum ataupun sesudah pandemi Covid-19. Artinya, efektivitas upacara bendera sebagai sarana penanaman nilai-nilai seperti nasionalisme dan kedisiplinan, tidak ada kaitannya dengan pandemi Covid-19.

Sebuah analisa menilai bahwa upacara bendera telah gagal menanamkan nilai-nilai nasionalisme. Argumen ini berangkat dari fenomena orang-orang yang duduk di pemerintahan sekarang. Berapa banyak dari mereka yang dapat disebut orang nasionalis? Padahal sejak SD hingga SMA mereka mengikuti upacara bendera. Bahkan, jika orang tersebut berstatus pegawai negeri, maka dia sudah mengikuti upacara sedari SD hingga saat ini.

Penulis berpandangan, upacara bendera tentu memiliki tujuan penting sebagaimana telah diuraikan di awal tulisan ini, namun dalam praktiknya harus terus dilakukan evaluasi serta penyesuaian agar kegiatan tersebut tidak berujung pada rutinitas tanpa makna.

Sebagai penutup, sekolah perlu melakukan evaluasi dan penyesuaian secara berkala terhadap pelaksanaan upacara bendera agar tidak menjadi sebatas rutinitas tanpa makna. 

Penyesuaian tersebut misalnya terkait durasi, isi, dan kondisi pelaksanaannya. Penyesuaian yang mungkin dilakukan ialah seperti memperpendek durasi upacara atau mencari cara untuk melindungi siswa dari paparan sinar matahari langsung. 

Kemudian, memastikan bahwa pesan-pesan yang diamanatkan tersebut benar-benar relevan dan dapat dipahami oleh siswa. 

Terakhir, penting juga untuk melibatkan siswa dalam memberikan umpan balik mengenai pelaksanaan upacara bendera. Ini dapat dilakukan misalnya melalui survei atau diskusi bersama. []
Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan