Dunia yang Terbalik: Sebuah Refleksi Fenomena Sosial

Ilustrasi dunia yang terbalik
source Bing Image Creator 


Oleh: Arizul Suwar

Di sebuah desa, masyarakatnya dikenal peduli terhadap sesama. Terutama ketika ada acara yang menggembirakan. Ketika seorang tetangga pulang dari umrah misalnya, warga berbondong-bondong berkunjung dengan membawa berbagai olahan makanan sebagai tanda suka cita. Begitu pula saat ada pesta, sekelompok warga dengan sukarela urunan mengumpulkan uang untuk membeli barang sebagai hadiah bagi empunya pesta.

Namun, menariknya, kepedulian ini tampaknya hanya berlaku pada situasi yang membahagiakan. Hal yang berbeda terjadi ketika ada tetangga yang mengalami musibah. Seorang warga dengan kondisi ekonomi rendah misalnya, harus berjuang sendiri saat sebagian rumahnya rusak akibat tertimpa pohon saat badai. Tanpa bantuan dari tetangga, ia terpaksa berhutang ke sana kemari untuk membiayai perbaikan rumahnya, seolah-olah keluarga miskin ini hidup terasing di tengah masyarakat.

Contoh lainnya terlihat ketika ada warga yang jatuh sakit dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Tidak ada inisiatif warga untuk urunan membantu meringankan biaya pengobatan. Padahal, pada acara pesta, mereka dengan mudah mengumpulkan uang untuk membeli barang-barang hadiah.

Kesenjangan ini menimbulkan pertanyaan mendalam: apakah kepedulian sosial kita hanya untuk momen suka cita? Tidakkah mereka yang sedang dirundung duka dan kesulitan justru lebih membutuhkan perhatian dan kepedulian?

Mungkin ada baiknya kita mempertanyakan kembali makna kepedulian yang kita banggakan sebagai ciri khas masyarakat. Jika kepedulian itu hanya muncul dalam perayaan atau momen yang menyenangkan, lantas apa arti solidaritas yang sesungguhnya? Kepedulian sosial seharusnya tidak selektif; tidak hanya hadir saat ada kebahagiaan, tetapi justru menguat ketika ada yang membutuhkan bantuan.

Ironisnya, fenomena ini bukan hanya terjadi di desa saja, namun juga mencerminkan pola sikap yang meluas di banyak lapisan masyarakat. Kita begitu antusias merayakan kebahagiaan orang lain, namun sering kali abai pada kesedihan atau penderitaan yang dialami tetangga. Ketika seorang warga meninggal dunia, mungkin memang ada yang datang untuk melayat, namun jarang kita mendengar ada inisiatif untuk mendukung keluarga yang ditinggalkan secara berkelanjutan.

Bukan berarti perayaan tidak penting, namun kepedulian yang tulus seharusnya tidak terbatas pada suasana ceria. Warga yang sedang mengalami kesulitan justru lebih membutuhkan kehadiran kita sebagai bagian dari masyarakat. Bukan hanya sebagai tanda kebersamaan, tetapi juga sebagai perwujudan nilai kemanusiaan yang seharusnya melekat dalam kehidupan.

Kepedulian pada dasarnya bukan sekadar formalitas, tetapi sebuah panggilan untuk meringankan beban orang lain tanpa memandang situasi.

Dari fenomena tersebut, kita bisa melacak motif apa sebenarnya yang muncul di balik kepedulian sosial. Apakah kepedulian masyarakat didorong oleh solidaritas yang tulus atau lebih dipengaruhi oleh potensi keuntungan yang akan mereka peroleh? Dalam kasus kunjungan kepada tetangga yang baru pulang umrah, mungkin ada ekspektasi akan oleh-oleh dari tanah Arab. Simbol material yang bisa mereka bawa pulang. Sebaliknya, mengunjungi tetangga yang sakit atau terkena musibah itu, tidak menarik sama sekali. Toh, itu tidak menjanjikan imbalan apa-apa untuk dibawa pulang.

Fenomena semacam ini menyingkap bahwa tindakan sosial ternyata tidak selalu murni berdasar rasa nurani kemanusiaan. Seringnya, ada kalkulasi yang tak terlihat tentang apa yang akan diperoleh. Tindakan baik sering kali bergantung pada ekspektasi timbal balik, dan ketika ekspektasi itu tidak ada, empati dan solidaritas pun mengendur. Ini bukan hanya fenomena individual, tetapi juga menunjukkan gejala sosial yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari.

Fenomena-fenomena demikian mengajak kita untuk merefleksikan kembali hubungan sosial yang selama ini telah kita jalani. Apakah kepedulian itu benar atas dasar panggilan nurani kemanusiaan, atau hanya sebatas bentuk transaksi yang tersirat. Namun, yang penting untuk diingat adalah; mereka yang berduka cita lebih membutuhkan perhatian dan kepedulian dari kita.[]
Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan