Hikmah dalam Madah Pusaka Melayu

Ilustrasi seorang pengembara berjalan di jalan berliku dengan lanskap luas di sekelilingnya. Beberapa pohon di sepanjang jalan tampak kokoh, sementara yang lain memiliki cabang yang rapuh dan patah. Di kejauhan, badai mendekat, tetapi pengembara tetap melangkah dengan tenang, membawa lentera yang bersinar hangat, mencerminkan ketahanan dan pencarian makna dalam hidup.
Gambar ilustrasi dibuat dengan AI 

Oleh: Arizul Suwar

Pendahuluan

Hidup ini seperti perjalanan panjang yang penuh kejutan. Di dalamnya kita melangkah dengan ringan, tertawa bersama teman, dan menikmati hari tanpa beban.

Namun, ada juga saat-saat di mana langkah terasa berat, masalah datang silih berganti, dan kita terpaksa berhenti sejenak, bertanya: apa sebenarnya yang bisa kita jadikan pegangan?

Sering kali kita menggantungkan diri pada sesuatu yang tampak kokoh—persahabatan, janji, harapan.

Kita percaya bahwa semua itu akan selalu ada, menopang kita kapan pun dibutuhkan.

Namun, saat badai datang, banyak di antaranya justru goyah, patah, dan menghilang. Barulah kita sadar, tidak semua yang tampak kuat benar-benar bisa diandalkan.

Ambil contoh persahabatan. Dalam kebahagiaan, teman begitu mudah ditemukan. Kita dikelilingi orang-orang yang tertawa bersama, berbagi cerita, dan merayakan hari-hari baik.

Tapi saat kesulitan datang, lingkaran itu sering kali menyusut. Orang-orang yang dulu selalu ada mulai menjauh, meninggalkan kita dengan pertanyaan: siapa yang benar-benar tulus?

Madah Pusaka Melayu menyimpan kebijaksanaan yang sederhana tapi mendalam. Ia mengajarkan kita untuk memilih pegangan yang kuat, memahami siapa yang benar-benar ada untuk kita, dan belajar beradaptasi tanpa kehilangan jati diri.

Nilai-nilai lama ini tetap relevan hingga kini, menjadi petunjuk dalam menjalani hidup yang semakin cepat dan penuh ketidakpastian.

Tulisan ini akan mengupas makna dari syair-syair tersebut—tentang kehati-hatian dalam memilih sandaran, tentang makna sejati persahabatan, dan tentang bagaimana kita bisa tetap berdiri tegak, bahkan ketika pegangan yang kita andalkan tiba-tiba runtuh.

Pembahasan

Pegangan yang Kokoh

"Elok-elok tuan bergantung, jangan berpegang di dahan rapuh."

Dalam hidup, kita butuh pegangan—sesuatu yang bisa menopang kita saat lelah, tempat bertumpu ketika goyah, dan petunjuk saat tersesat. Tapi, tidak semua pegangan layak dipercaya.

Seperti dahan yang tampak kuat dari luar tapi rapuh di dalam, ada hal-hal dalam hidup yang terlihat menjanjikan, tetapi ternyata tak mampu menopang kita saat kesulitan datang.

Persahabatan, misalnya. Ada teman yang akrab saat tawa mengiringi, tetapi menghilang saat duka menghampiri. Ada orang yang mudah mengumbar janji, tapi lepas tangan saat janji itu diuji.

Begitu pula dengan keyakinan yang tidak didasarkan pada pemahaman yang kokoh—ia bisa runtuh saat berhadapan dengan kenyataan yang berbeda.

Banyak orang terjatuh bukan karena mereka tidak memiliki pegangan, tetapi karena bergantung pada sesuatu yang salah.

Mengandalkan orang yang tidak setia, percaya pada janji kosong, atau menaruh harapan pada sesuatu yang semu. Maka, kebijaksanaan bukan hanya soal menemukan pegangan, tetapi juga memilah mana yang benar-benar bisa diandalkan dan mana yang hanya ilusi.

Hal-hal Kecil yang Menentukan

"Di batu besar jarang tersandung, ulah kerikil banyak yang jatuh."

Sering kali kita takut pada masalah besar—kegagalan besar, kehilangan pekerjaan, atau keputusan penting yang mengubah hidup. Tapi nyatanya, hidup tidak selalu menjatuhkan kita dengan badai besar. Justru, banyak orang tersandung oleh hal-hal kecil yang tampak sepele.

Kata-kata yang menyakitkan tanpa disadari, kebiasaan buruk yang dibiarkan, atau rasa malas yang dianggap wajar—semua ini seperti kerikil kecil di jalan. Kita mengabaikannya, tetapi saat jumlahnya cukup banyak, mereka bisa menjatuhkan kita dengan cara yang tak terduga.

Orang yang bijaksana tidak hanya menghindari batu besar, tetapi juga memperhatikan kerikil kecil.

Ia menjaga tutur kata agar tidak melukai, memperbaiki kebiasaan kecil sebelum menjadi masalah besar, dan menyadari bahwa kesombongan yang tumbuh perlahan jauh lebih berbahaya daripada kegagalan besar yang datang tiba-tiba.

Makna Sejati Persahabatan

"Teman tertawa mudah dicari, kawan menangis sukar didapat."

Siapa pun ingin dikelilingi oleh teman. Kita berbagi tawa, bercanda, dan merasa ditemani dalam kebahagiaan. Tapi ketika kesedihan datang, lingkaran itu sering kali menyusut. Ada yang tak tahu harus berkata apa, ada yang tak ingin terbebani, dan ada pula yang memang tak peduli sejak awal.

Maka, persahabatan bukan soal jumlah, tetapi soal ketulusan. Sahabat sejati adalah mereka yang bertahan bukan hanya di saat kita bersinar, tetapi juga saat kita meredup. Mereka bukan sekadar hadir, tetapi benar-benar peduli.

Namun, lebih dari itu, kita juga perlu bertanya: apakah kita sendiri telah menjadi sahabat yang tulus bagi orang lain? Apakah kita hanya ada di saat bahagia, atau tetap bertahan dalam duka? Persahabatan adalah cermin.

Jika kita ingin menemukan teman yang setia, kita juga harus menjadi teman yang setia.

Menyesuaikan Diri Tanpa Kehilangan Jati Diri

"Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung."

Hidup sering kali membawa kita ke tempat baru, mempertemukan kita dengan orang-orang yang berbeda, dan menempatkan kita dalam situasi yang menuntut adaptasi. Tapi banyak orang terjebak dalam dua ekstrem.

Ada yang terlalu kaku memegang prinsip hingga sulit beradaptasi, dan ada yang terlalu mudah berubah hingga kehilangan jati diri.

Menghormati tempat di mana kita berpijak bukan berarti harus mengorbankan nilai-nilai yang kita pegang. Ini soal keseimbangan—bagaimana kita bisa tetap menjadi diri sendiri, tetapi juga memahami bahwa setiap tempat memiliki aturannya sendiri.

Orang yang bijaksana tahu kapan harus teguh, kapan harus lentur. Ia tidak membiarkan dirinya hanyut oleh arus, tetapi juga tidak menolak arus tanpa alasan.

Ia sadar bahwa hidup bukan hanya soal bertahan, tetapi juga soal memahami bagaimana bertahan tanpa harus selalu melawan.

Penutup

Hidup adalah perjalanan penuh pelajaran tersembunyi. Kita berjalan di jalan yang tak selalu lurus, bertemu banyak orang, menghadapi tantangan yang tak terduga. Dan dalam perjalanan ini, kita belajar bahwa tidak semua pegangan bisa diandalkan, tidak semua kebahagiaan abadi, dan tidak semua teman tetap bertahan dalam duka.

Madah Pusaka Melayu mengajarkan kita untuk lebih bijaksana dalam memilih sandaran, lebih peka terhadap hal-hal kecil yang bisa menjatuhkan, dan lebih jujur dalam memahami makna persahabatan.

Ia mengingatkan bahwa kehidupan bukan hanya tentang bertahan, tetapi juga tentang memahami kapan harus beradaptasi tanpa kehilangan diri sendiri.

Akhirnya, kita adalah nakhoda bagi kapal kehidupan kita sendiri. Kita mungkin tak bisa menghindari badai, tapi kita bisa memilih bagaimana menghadapinya. Kita mungkin tak selalu bisa mengandalkan orang lain, tapi kita bisa belajar untuk menjadi pribadi yang lebih kuat. Dan di tengah ketidakpastian yang selalu menyertai perjalanan ini, kebijaksanaan lama tetap menjadi lentera yang menerangi langkah kita. []

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan